Thursday, December 31, 2009

OSTEOPOROSIS

OSTEOPOROSIS

Tipe-tipe osteoporosis :
1. Tipe Primer
- subtipe pertama : terjadi pada wanita yang telah mengalami menopause
- subtipe kedua : banyak pada mereka yang telah berusia lanjut, lebih dari 70 th.
- subtipe idiophatik : diduga disebabkan oleh faktor genetika.
2. Tipe Sekunder
Disebabkan faktor-faktor dari luar seperti kelainan hormonal ( endokrin ), kelainan
pola makan, penggunaan obat-obatan, gaya hidup tidak sehat seperti merokok,
alkohol kebiasaan minum kopi.

Saat seseorang menginjak usia 25 tahun, secara perlahan fungsi organ tubuh akan mengalami penurunan dengan tingkat persentase yang berbeda. Termasuk pula dengan kondisi tulang yang kita miliki. Masa pembentukan kepadatan tulang yang berarti juga penumpukan senyawa kalsium fosfat akan mencapai maksimal pada kurun waktu 30-40 tahun, dikenal dengan peak bone mass. Nilai interval waktu peak bone mass yang dapat mencapai 10 tahun ini berkaitan dengan variasi tipe tulang. Tulang trabekular ( bentuk tulang jarang atau disebut bunga karang ) mencapai nilai puncaknya pada usia 25 - 30 tahun, dan tulang kortikal ( tulang padat ) berkisar pada 35 - 40 tahun. Umumnya hampir 85 % bentuk tulang kita padat dan 15 % berbentuk jarang. Lewat kurun waktu itu, tulang akan mengalami kemerosotan. Tingkat kepadatan tulang tidak lagi berupa garis yang menanjak, namun bergerak turun. Penyerapan tulang jauh lebih cepat dibandingkan dengan proses pembentukan tulang.

Kehilangan kepadatan tulang pada pria dan wanita berbeda. Pria hanya kehilangan 20 - 30% massa tulang selama hidupnya, sedangkan wanita kehilangannya lebih tinggi, yaitu 30 - 40 %. Pada usia 70 tahun, kehilangan kepadatan tulang pada wanita dapat mencapai 50%, sedangkan pada pria usia 90 tahun kehilangannya baru mencapai 25%. Meskipun dapat terjadi pada kedua jenis tulang, kemerosotan massa paling banyak terjadi pada tulang trabekular kita.
Permasalahan osteoporosis pada lansia sangat berhubungan dengan kemunduran produksi beberapa hormon pengendali remodelling tulang ( bone remodelling : perombakan tulang yang terdiri dari proses penyerapan dan pembentukan tulang ), seperti kalsitonin dan hormon seks yaitu estrogen dan testosteron. Disusul kemudian dengan penurunan estrogen pada kurun usia 48 - 52 tahun. Dan terakhir adalah testosteron pada usia di atas 70 tahun.Dengan bertambahnya usia, produksi beberapa hormon tersebut akan merosot. Hanya saja penurunan produksi beberapa hormon berbeda satu sama lain. Kalsitonin yang menyokong aktivitas sel osteoblast, sehingga memungkinkan terjadinya pembentukan tulang, akan mengendur aktivitasnya setelah seseorang menginjak usia 50 tahun. Selain itu faktor kemunduran fungsi pencernaan serta berkurangnya aktivitas fisik juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis.

Kemunduran Fungsi Pencernaan

Saat seseorang menjadi tua, ia dihadapkan pada resiko kekurangan gizi. Resiko ini timbul secara alamiah berkaitan dengan kemunduran fungsi organ pencernaan tubuh. Ada empat kondisi yang pada akhirnya mempengaruhi kepadatan struktur tulang tubuh kita.

1. Berkurangnya kemampuan panca indera. Sensitivitas terhadap rasa manis dan asin mulai berkurang karena jumlah papil rasa pada lidah hanya bersisa 36% dibandingkan ketika masih berusia muda. Begitu juga dengan indera penciuman. Agar dapat merasakan seperti saat masih muda, kaum manula memerlukan jumlah garam sebelas kali lebih banyak dan gula tiga kali lebih banyak ( Susan S. Schiffman, psikolog medis, Pusat Medis Universitas Duke, Durham, North Carolina, AS ). Tambahan konsumsi garam dan gula jelas berbahaya bagi manula karena rentan akan penyakit darah tinggi dan penyakit gula. Situasi semacam ini juga perlu perhatian lebih bagi kesehatan tulang. Tinggi kadar garam dalam tubuh seseorang dengan sendirinya akan memaksa kalsium keluar dari tubuh melalui air kencing secara berlebihan.

2. Berkurangnya produksi air liur dalam mulut ( saliva ).
Keadaan ini akan mengurangi kemampuan untuk menelan makanan. Penurunan produksi ini juga mengakibatkan gigi mudah rusak. Diperkirakan 50% orang berusia di atas 65 tahun sudah kehilangan semua giginya. Tentunya kedua hal ini akan menyulitkan dalam mengunyah makanan. Akibatnya, mereka akan cenderung mengganti makanannya dengan jenis lunak, yang seringkali memiliki kandungan gula tinggi ( selain memperburuk kadar gula dalam darah, juga merusak struktur gigi ) namun rendah kandungan zat gizi lain seperti vitamin, mineral kalium, kalsium, fosfat, magnesium )

3. Menurunnya produksi getah lambung.
Getah lambung merupakan cairan yang tersusun oleh asam lambung ( HCl ), beberapa enzim dan garam. Getah ini dibutuhkan untuk menyerap vitamin B12 serta mineral seperti kalsium dan besi.

4. Berkurangnya produksi empedu.
Kondisi ini dengan sendirinya menyebabkan pencernaan lemak dan vitamin yang terlarut dalam lemak ( seperti Vit A, D, E dan K ) terganggu. Lemak makanan yang berada dalam usus tidak mampu diserap. Hal ini akan menyebabkan rendahnya penyerapan kalsium yang sedikit banyak dipengaruhi tingkat keberhasilan penyerapan lemak. Demikian juga dengan vitamin D, akan terjadi kegagalan penyerapan vitamin D dari susu seiring dengan kemunduran proses penyerapan lemak.
Dalam jangka panjang, keempat kondisi ini akan mengganggu ketersediaan kalsium dalam tubuh. Padahal, seperti yang kita ketahuim kebutuhan akan mineral ini cukup banyak dan tidak bisa ditawar lagi. Karena tidak pasokan yang memadai, maka "tabungan" kalsium dalam tulang kita terpaksa dibongkar. Kehilangan massa yang disusun oleh kalsium dalam jumlah besar akan mengakibatkan menurunnya kekuatan tulang, terjadilah pengeroposan tulang.

Berkurangnya Aktivitas fisik

Penelitian oleh Dr. William J. Evans dan kawan-kawan dari Noll Physiological Research Center, Pennsylvania, AS menunjukkan bahwa kelompok anak perempuan berusia 7 - 11 tahun yang menghabiskan waktu rata-rata 18 jam/hari untuk berlatih senam mempunyai kepadatan tulang 30% lebih besar daripada kelompok anak yang tidak pernah berlatih.
Kesimpulan serupa juga ditarik oleh Bengt Saltin dan rekan-rekannya dari Swedia. Dalam sebuah penelitian awal, mereka mengadakan percobaan sebagai berikut. Lima orang muda yang dinyatakan sehat secara fisik diharuskan istirahat penuh di tempat tidur selama 20 hari. Setelah kurun waktu tersebut, ternyata kemampuan jantung maksimal untuk memompa darah menurun 26%, kemampuan mengambil oksigen maksimal turun 27%, dan jumlah darah yang dikeluarkan dari jantung pada waktu latihan dan kapasitas pernapasannya turun sekitar 30%. Kepadatan tulang terjadi penyusutan antara 8,02-12,8%. Pada kelompok lima pria lainnya, dengan usia 36-65 tahun, yang tidak melakukan kegiatan aerobik rutin dan waktu yang ada lebih banyak dihabiskan dengan duduk-duduk saja ( hampir 10 jam/hari ) didapati penurunan kepadatan tulang sekitar 0,9%. Kelihatannya kecil, tetapi jika hal ini berjalan bertahun-tahun maka akan cukup besar dampaknya.
Tubuh kita secara alami ditakdirkan memiliki prinsip use it or lose it. Semakin kita jarang menggunakannya, semakin menurunlah fungsinya. Demikian pula yang terjadi pada tulang kita.
Salah satu fungsi tulang adalah sebagai penunjang tubuh yang memungkinkan kita berdiri tegak, berjalan, berlari ataupun mengangkat suatu benda dengan sifat yang dinamis. Saat fungsi penunjang dibutuhkan terus-menerus, tubuh akan mengirim sinyal ke induk hormon paratiroid yang ada di leher depan untuk menghambat pelepasan hormon tersebut. Dengan terhambatnya hormon tersebut, kerja osteoclast akan menurun. Selanjutnya, proses pengambilan kalsium dari tulang yang dilakukan oleh sel osteoclast akan ditekan serendah mungkin. Sinyal tersebut juga akan mengaktifkan vit D yang ada sehingga lebih banyak unsur kalsium yang diserap dari dinding usus.
Apabila terjadi kemunduran aktifitas fisik, kondisi sebaliknya yang akan muncul. Sel osteoclast akan dipacu oleh hormon paratiroid untuk lebih aktif membongkar bangunan tulang dan mengambil kalsium darinya. Akibatnya kadar kalsium dalam darah akan meningkat dan ini akan menyebabkan penurunan aktifitas vit D yang pada akhirnya menurunkan daya serap dinding usus terhadap kalsium.
Berkurangnya aktifitas fisik pada lansia tak bisa dilepaskan dari faktor berkurangnya indra penglihatan yang membatasi jarak pandang untuk bergerak serta berkurangnya jaringan otot. Tubuh akan kehilangan jaringan otot yang dumulai sejak usia 35 tahun. Kehilangan ini acapkali terselubung dengan meningkatnya jaringan lemak. Kemunduran kuantitas otot ( sarkopenia ) jelas mengarah pada kehilangan kekuatan, keseimbangan, mobilitas dan akhirnya ketergantungan.
Penelitian Dr. Baumgartner dari Universitas New Mexico menunjukkan perubahan komposisi tubuh yang tampak pada orang muda akan terus berlanjut pada orang berusia 80-an atau lebih. Ketika berumur 65-85 tahun, orang yang aktif dan sehat akan kehilangan 6%-7% massa otot mereka dalam jangka waktu 20 tahun. Kehilangan ini akan cenderung besar prosentasenya jika orang tersebut cenderung pasif atau kurang memiliki aktifitas fisik. Antara kekuatan otot dan kekurangan aktivitas memiliki hubungan dan saling berpengaruh. Kurangnya aktivitas fisik akan memperberat derajat kelemahan daya otot. Daya otot yang semakin lemah akan memperburuk tingkat aktivitas fisik. Osteoporosis sendiri bisa diibaratkan sebagi titik sentral yang berhubungan secara timbal balik dengan kedua kondisi di atas. Kondisi ini sebenarnya dapat diminimalisasi dengan memperhatikan aktivitas fisik sejak muda.



( Hartono, Muljadi.2001, Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis, Jakarta, Puspa Swara )